Kerajinan "Anglo" Asal Sukoharjo Masih Diminati


       Kerajinan ekonomi kreatif "Anglo" yakni tungku gerabah salah satu alat masak untuk menghasilkan panas api produksi asal Desa Windan Kartasura Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, masih banyak diminati konsumen.

       Supinah (63) seorang pengrajin warga Desa Windan RT 01 RW VI Kartasura, Sukoharjo, Rabu (27/5), mengatakan, pengrajin anglo tetap memproduk alat untuk memasak tradisional tersebut karena masyarakat masih banyak yang membutuhkan terutama di daerah pedesaan dan sebagian kota.

       Supinah seorang nenek bercucu lima tersebut sebagai pengrajin anglo hanya melanjutkan usaha orang tuanya, sejak 1975 hingga sekarang. Orang tuanya usaha membuat anglo ini, pada 1960-an.

       Menurut dia, dirinya melanjutkan usaha membuat anglo tersebut karena dituntut biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dan pelanggan juga masih membutuhkan alat masak itu.

       "Anglo di pedesaan masih banyak yang menggunakan, meski menurun dratis sejak ada program elpiji tiga kilogram. Masyarakat kota yang masih menggunakan anglo, biasanya para pedagang makanan, restoran yang menunya bakar," katanya.

       Menurut dia, kerajinan anglo di desa tersebut semakin jarang dan hampir punah, tetapi masih banyak masyarakat yang menggunakan alat masak anglo dengan bahan bakar arang ini. Dirinya kemudian bertekat tetap melanjutkan produksi dan sambil melestarikan alat masak tradisional ini.

       "Hasilnya lumayan bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari," kata Supinah.

       Supinah menjelaskan, dirinya mampu memproduksi anglo dal;am bentuk masih mentak sekitar 12 hingga 14 biji per hari. Pada proses pembakaran hingga menjadi anglo siap pakai arata-rata produksi sekitar 80 hingga 100 biji per bulan.

       Menurut dia, anglo produksinya biasa dijual dengan harga Rp4.000 per biji untuk ukuran kecil dan Rp7.500 per biji ukuran besar. Barang produksinya banyak dijual di wilayah Sukoharjo, Solo, Klaten, Karanganyar, Sragen, Wonogiri, dan Boyolali.

       "Saya dari hasil kerajinan ini, omzet lumayan bisa mencapai minimal sekitar Rp350 ribu per minggu," katanya.

       Menyinggung soal bahan baku tanah liat, Supinah menjelaskan, dahulu pengrajin untuk mendapatkan bahan baku tanah liat hanya mengambil dari halaman rumah sendiri.

       Namun, pengrajin sekarang untuk mendapatkan bahan baku tanah liat harus membeli dengan harga Rp300 ribu per kendaraan pikap, dan harus mendatangkan dari daerah Bekonang Sukoharjo.

       "Tanah liat sebanyak satu kendaraan pikap itu, bisa menghasilkan sekitar 100 biji anglo," katanya.

       Pengrajin lainnya, Jiman (78) mengatakan, jumlah pengrajin anglo di Desa Windan ini, tinggal lima orang termasuk Supinah yang masih bertahan. Jumlah pengrajin sebelumnya hampir seluruh warga desa ini, yakni sekitar 35 orang.

       Namun, beberapa pengrajin sudah meninggal dunia dan remaja sekarang kelihatan tidak ada yang mau melanjutkan usaha orang tuanya, membuat alat masak tradisional itu.

       "Kerajinan ini, semakin punah, tetapi produksi masih bisa memenuhi kebutuhan konsumen," kata Jiman. [Ant/L-8]

Sumber : http://sp.beritasatu.com/home/kerajinan-anglo-asal-sukoharjo-masih-diminati/88221

Subscribe to Kabupaten Sukoharjo Enter your email address:

Delivered by FeedBurner


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top